Selasa, 12 Juni 2012

pati sagu



MAKALAH KIMIA ORGANIK II
PATI  SAGU




OLEH        :ALMUKMIN UMAR
STB            :092210110070



JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karna atas berkatnya-lah saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Kimia Organik II di Universitas muslim Indonesia,Makassar, jurusan Teknik Kimia.
Dalam Penulisan makalah ini saya  merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.





                                                                                                Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

Sagu adalah salah satu sumber karbohidrat yang cukup potensial. Indonesia memiliki hamparan hutan sagu seluas lebih 1 juta hektar. Indonesia termasuk satu dari 2 negara yang memiliki areal sagu terbesar di dunia selain Papua Nugini. Areal sagu seluas ini belum di eksploitasi secara maksimal sebagai penghasil tepung sagu untuk bahan kebutuhan lokal (pangan) maupun untuk komoditi ekspor. Sangat rendahnya pemanfaatan areal sagu yang hanya sekitar 0,1% dari total areal sagu nasional disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat dalam mengelola sagu sebagai akibat dari rendahnya kemampuan dalam memproduksi tepung sagu melebihi kebutuhan masyarakat lokal, rendahnya kemampuan dalam mengolah tepung sagu menjadi bentuk-bentuk produk lanjutannya, kondisi geografis dimana habitat tanaman sagu umumnya berada pada daerah marginal/rawa-rawa yang sukar dijangkau, serta adanya kecenderungan masyarakat menilai bahwa pangan sagu adalah tidak superior seperti halnya beras dan beberapa komoditas karbohidrat lainnya.
Sebagai sumber pangan, sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternative pengganti beras..  Sagu mampu menghasilkan pati kering hingga 25 ton per hektar, jauh melebihi produksi pati beras atau jagung yang masing-masing hanya 6 ton dan 5.5 ton per hektar.  Sagu tidak hanya menghasilkan pati terbesar, tetapi juga menghasilkan pati sepanjang tahun.  Setiap batang menghasilkan sekitar 200 kg tepung sagu basah per tahun.
Tepung sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, yaitu mengandung 84,7 g per 100 g bahan. Kadar karbohidrat tersebut setara dengan yang terdapat pada tepung beras, singkong, dan kentang. Bahkan dibandingkan dengan jagung dan terigu, kandungan karbohidrat sagu relatif lebih tinggi. Kandungan energi dalam 100 gram tepung sagu (353 kkal) hampir setara dengan bahan pangan pokok lain berbentuk tepung, seperti beras, jagung, singkong, kentang, dan terigu.


BAB III
PEMBAHASAN

1.     Pati Sagu
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang (1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang berikatan dengan ikatan  menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan )-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk ikatan ( )-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatanadari ikatan ( )-1,6-glukosida.a( Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti umbi, akar atau biji dan merupakan komponen terbesar pada singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar.

Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah tua (berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati sagu adalah 73%± 3 (Ahmad and Williams, 1998).
Komponen yang paling dominan dalam pati sagu adalah pati (karbohidraat).Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam 100 gam pati sagu dapat dilihat pada table 2.1 sebagai pembanding disajikan pula pati ubi kayu (tapioca) dan garut.
Karbohidrat merupakan polimer alami yang dihasilkan oleh tumbuhan dan sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Karbohidrat dikenal juga dengan nama sakarida, yang berarti gula. Karbohitrat dapat digolongkan berdasarkan jumlah sakarida yang dikandungnya,yaitu monosakarida,oligosakarida,dan polisakarida.
Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri atas banyak monosakarida. Polisakarida merupakan senyawa polimer alam dengan monosakarida sebagai monomernya.


Gambar  Rancangan alat pemarut batang sagu
untuk mengekstrak pati sagu secara Pabrikasi.
Pati pada tanaman sagu terdapat di bagian empulur sagu yang dilindungi oleh kulit kayu yang cukup keras. Untuk mengeluarkan pati dari batang dibutuhkan proses ekstraksi yang dapat dilakukan melalui tahapan penebangan batang sagu, pemotongan batang secara melintang dengan ukuran tertentu, pemisahan empulur sagu dari bagian batang sagu yang keras dengan penohokan, penghancuran empulur sagu dengan pemarutan atau penggilingan bersama air, pemisahan pati sagu dan komponen lain dari bubur pati sagu dengan cara pengendapan, pemisahan endapan pai dan bagian lain yang laru air, serta pengeringan endapan (pati sagu) dengan menggunakan sinar matahari(Flach, 1997; Istalaksana dan Maturbongs, 2007).
Tabel 1.Komposisi Bahan Pati Sagu, Tapioka dan Pati garut setiap 100 g
Komponen
Tapioka
Pati Garut
Pati Sagu
Kalori (kal)
362
355
353
Protein (g)
0,5
0,7
0,7
Lemak (g)
0,3
0,2
0,2
Karbohidrat (g)
86,9
85,2
84,7
Air (g)
12,0
13,6
14,0
Fosfor (mg)
-
22
13
Kalsium (mg)
-
8
11
Besi (mg)
-
1,5
1,5

Pati merupakan butiran atau ganula berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa ( Brautlecht, 1953). Ganula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beranekaragam, tetapi pada umumya berbentuk elips atau bola. Pati sagu berbentuk elips( prolate ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran 5 – 80 mm dan relatif lebih besar dari pati serealia (Wirakartakusumah, 1986).
Granula pati sagu terdapat pada bagian empulur batang sagu dalam bentuk sel sel (pith). Pertumbuhan batang sagu dapat dihitung berdasarkan jumlah ruas-ruas bekas daun. Periode pertumbuhan pohon sagu diperkirakan 135 – 141 bulan atau 11,25- 11,75  tahun dengan jumlah ruas bekas daun diperkirakan 207 ruas (Flach, 1993).
Bentuk dan komposisi granula pati sagu dibandingkan jenis pati yang lainnya mendekati pati ubi kayu, sedangkan ukuran granula pati kentang (Swinkels, 1985 di dalam Van Beynum dan Roels, 1985).  
 Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya. Pati terdapat dalam dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Struktur dari amilosa dan amilopektin adalah sebagai berikut :


Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berbeda-beda dalam setiap jenis pati.Pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin( Wirakartakusumah, 1986) rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak (higoskopis). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (1-4)α – glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai ikatan (1-6)α – glukosa seperti yang disajikan bercabang (Wiranatakusumah, dkk, 1986).


2.     Sifat pati sagu
Jenis pati
Bentuk ganula
Ukuran ganula
Kandungan amilosa/amilopektin
Sagu
Elips
20-60
27/73

Table 2. Perbandingan Sifat Pati Sagu dan Gandum
Jenis pati
Bentuk ganula
Ukuran ganula
Kandungan amilosa/amilopektin
Sagu
Elips
20-60
27/73
gandum
elips
2-35
25/75

Pati sagu sebagian besar berwarna putih,namun ada juga yag secara genetic berwarna kemerahan yang disebabkan oleh senyawa phenolik. Derajat pati sagu bervariasi dan seringkali berubah menjadi kecoklatan/merah selama proses penyimpanan. Perubahan warna dilaporkan akibat adanya aktifitas enzim Lotent Polyphenol Oxidase (LPPO). Enzim ini mengkatalis reaksi oksidasi senyawa poliphenol menjadi quinon yang selanjutnya membetuk polimer dengan meghasilkan warna coklat. Cara perendaman merupakan factor penting yang menentukan jumlah senyawa phenolik (katekin dan epikatekin) yang dioksidasi. Jumlah senyawa phenolik juga meningkat pada suhu di atas 30 C.
Sifat/kualitas pati sagu dipengaruhi oleh factor genetic maupun proses ekstraksinya,seperti :pemakaian peralatan,kualitas air,penyimpanan potongan batang sagu,kondisi penyaringan.
3.     Komposisi kimia pati sagu

Komponen
Jumlah %
Protein
0,62
Abu
0,32
Serat
0,15
Pati
75,88
Amilosa
23,94
amilopektin
73,06

4.     Nilai gizi Sagu

Dari tabel diatas terlihat bahwa sagu merupakan bahan makanan dengan kandungan karbohidrat mudah larut (BETN) yang sangat tinggi, sedangkan kandungan protein, mineral dan lemak sangat rendah. Dengan kandungan karbohidrat tersebut sagu merupakan sumber makanan yang cukup penting bagi manusia. Perlu ditambahkan pula bahwa setiap 100 g tepung sagu juga mengandung Ca: 11,0 mg; P: 13,0 mg : Fe 1,5 mg : Vitamin B: 0,01 mg. Beberapa macam zat gizi yang essensial bagi tubuh manusia adalah karbohidrat, protein, lemak, beberapa unsur logam dan berbagai macam vitamin telah tersedia pada sagu ( Bambang H dan Philipus P, 1992)


5.     POHON INDUSTRI SAGU
Sagu
daun
Batang sagu
atap
dinding
Tumang
/
tempat
sagu
kerajinan
Kulit batang
Pati sagu
Partikel board
lantai
Obat tradisional
Bahan bakar
kertas
makanan
bioetanol
siklodekstrin
Sirup glukosa
bioplastik
biofuel
farmasi
Bahan kimia
lem
plywood
Tekstil
roti
mie
Salad dressing
Asam sitrat
Asam laktat
 

Di dalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan sebagai bahan pengisi. Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi kerutan pada pakaian dan digunakan untuk busa buatan untuk kemasan "kacang tanah". Pada sektor kimia, pati dan turunannya banyak diaplikasikan pada pembuatan plastik biodegradable, surfaktan, poliurethan, resin, senyawa kimia dan obat-obatan. Pada sektor lainnya, pati dan turunannya dimanfaatkan sebagai bahan detergent yang bersifat non toksik dan aman bagi kulit, pengikat, pelarut, biopestisida, pelumas, pewarna dan flavor. Adapun di dalam industri pangan, pati dapat digunakan sebagai bahan makanan dan flavor baik pati konvensional maupun termodifikasi. Khusus untuk industri makanan, pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue, pudding, bahan pengental susu, permen jelly, dan pembuatan dekstrin.

Pati merupakan polimer glukosa, dimana glukosa merupakan substrat utama pada proses fermentasi. Di dalam fermentasi pati akan dihasilkan berbagai macam produk turunan, seperti asam-asam organik (asam sitrat dan asam laktat), asam amino, antibiotik, alkohol dan enzim.

1.     Pengolahan Tepung Sagu

Pengolahan sagu skala industri sudah lama berkembang di Papua dengan produk utama adalah tepung sagu yang merupakan produk setengah jadi (intermediate product).Bahan baku pembuatan tepung sagu berupa pati sagu yang masih basah. Satu tumang(sak) pati sagu atau sekitar 50-60 kg diaduk dengan air bersih dan disaring untuk mengeluarkan kotoran. Selanjutnya pati sagu diendapkan selama 3 hari untuk  mengeluarkan getah lendir dan sisa ampas sagu, lalu direndam dengan air selama 1 jam.Air yang dipakai merendam dibuang dan pati sagu dijemur selama 6 jam. Pati yang sudah kering digiling dengan mesin penggiling lalu diayak. Tepung sagu yang dihasilkan bisa mencapai 25 kg, yang kemudian dikemas dengan plastik ukuran 1 kg. Tepung sagu yang sudah dikemas bisa disimpan hingga satu tahun.



2.     Prospek Pemanfaatan Sebagai Bahan Baku Bioenergi
Bagian terpenting dalam tanaman sagu adalah batang sagu karena merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu. Tinggi batang sagu dewasa mencapai 10 m . Ukuran dari batang sagu dan kandungan patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitatnya. Pada umur panen sekitar 11 tahun ke atas empulur sagu mengandung pati sekitar 15-20 persen. Setiap pohon sagu dapat menghasilkan tepung sagu berkisar antara 50-450 kg tepung sagu basah.
Jong (2007) memperkirakan hanya 20% pertanaman di Indonesia yang dapat dipanen dengan produksi etanol sekitar 10 ton/ha/tahun, asal dari pati, gula dan bahan selulosanya. Jika diambil angka rata-rata pertanaman sagu yang dapat dipanen adalah 30%, maka pertanaman sagu di Indonesia dapat menghasilkan bioenergi sekitar 0,058 EJ atau 58 juta GJ / tahun.  Potensi produksi sagu di Indonesia diperkirakan sekitar 5 juta ton pati kering per tahun. Konsumsi pati sagu dalam negeri hanya sekitar 210 ton atau baru 4-5% dari potensi produksi.  Apabila tabungan karbohidrat di hutan sagu Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk bioetanol maka dapat diperoleh bioetanol 3 juta kiloliter per tahun dengan asumsi faktor konversi 0,6. Kebutuhan premium nasional diperkirakan sekitar 16 juta kiloliter pertahun. Apabila bioetanol dapat menggantikan premium sekitar 10% (campuran premium dan etanol 90:10) maka diperlukan etanol sebanyak 1,6 juta kiloliter. Kebutuhan ini sudah dapat dipenuhi dari pati sagu saja.  Tentu saja angka tersebut tidak realistis karena sangatlah sulit memanfaatkan seluruh potensi hutan sagu mengingat lokasi tegakan alami sagu yang terpencil dan sulit. dijangkau. Sebagian kebutuhan bioetanol bioetanol dapat dipenuhi dari tanaman penghasil karbohidrat lain seperti ubi kayu, tebu, dan jagung, dari limbah padat organik pertanian, dan dari perkebunan sagu komersial.  Perkebunan sagu yang diusahakan dengan baik dapat menghasilkan pati kering 25 t/ha/tahun, setara dengan 15 kiloliter etanol. Bioetanol sebagai campuran premium tidak mengandung timbal dan tidak menghasilkan emisi hidrokarbon sehingga ramah lingkungan.  Karena dihasilkan dari tanaman maka bioetanol dari sagu bersifat terbarukan. Hanya saja produksi etanol dengan teknologi sederhana harus diawasi secara ketat untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaannya sebagai minuman keras. Pati sagu diubah menjadi gula menggunakan mikroba dan difermentasi lebih lanjut menjadi etanol. Etanol yang diperoleh dimurnikan dengan destilasi. 
Bio-etanol adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses distilasi. Sebagai bahan baku digunakan tanaman yang mengandung pati, ligno selulosa dan sukrosa. Dalam perkembangannya produksi bio-etanol yang paling banyak digunakan adalah metode fermentasi dan distilasi, dengan bahan baku ubi kayu atau molase. Bio-etanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) tergantung dari tingkat kemurniannya (Bustaman, 2008).
Secara umum teknologi produksi bio-etanol ini mencakup 4 (empat) rangkaian proses, yaitu; persiapan bahan baku, fermentasi, distilasi dan pemurnian. Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi alkohol adalah Bakteri : Clostridium acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc mesenteroides, Sarcina ventriculi, Zymomonas mobilis, serta Fungi : Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis, Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus, S. cerevisiae, S. ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp. (SDA)
Begitu pula halnya dengan pembuatan bioetanol dari pati sagu. Akan tetapi, kualitas bioetanol yang dihasilkan dari pati sagu masih dibawah dari pati singkong. Hal tersebut dikarenakan kandungan dari pati sagu masih sedikit dari pati singkong dan juga kualitas pati sagu hanya dapat  memenuhi 10% bioetanol dibanding bioetanol dari pati singkong yang mencapai 23-35%.

3.     Pengolahan Aneka Makanan Berbahan Baku Tepung Sagu

Pada tingkat nasional, pati sagu sudah dapat digunakan dalam industri pangan sebagaimana tepung beras, jagung, kentang, gandum dan tapioka, baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan substitusi. Pati sagu sudah lama dikenal dan digunakan dalam industry kecil dan skala rumah tangga, misalnya untuk membuat makanan kecil (kue)berupa ongol-ongol,kerupuk, bakso, empek-empek, soun, dan mi, bahkan tepung sagu juga dapat digunakan sebagai substitusi tepung gandum dalam memproduksi roti tawar dan biskuit. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa substitusi tepung terigu dengan pati sagu sampai 30 persen tidak mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan (Panglolidan Royaningsih, 1992).Balai Pengkajian Teknologi Pertanian juga mencoba membuat beras tiruan dengan bahan baku tepung sagu dan ubikayu (Samad, 2003). Beras tiruan tersebut memiliki komposisi bahan kimia yang mirip dengan beras, yaitu kandungan karbohidrat sebesar 81,3-83,9 persen, protein 13 - 2,4 persen, dan lemak 0,21 - 0,45 persen. Kandungan  karbohidrat, protein, dan lemak pada beras adalah 77,9, 6,9, dan 0,7 persen. Kandungan karbohidrat beras tiruan jauh lebih tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F.B., Williams, P.A., Doubler, J., Durand, S.  dan Buleon, A., 1999. Physicochemical Caracterization of Sago Starch. J. Carboxylon Polym. 38 : 361-370
Ansharullah, 1997. Caracteristic and Extruction of Metroxylon Sago Starch. [Thesis]. University of Western. Sydney.
Arbakiya. A., B.A. Asbi dan R. Nurjehan. 1990. Rheological Behavior of Sago Starch During Liquifaction and Sacharification. J.Food Eng. 10 : 610 – 613
Batseba, M.W. Tiro, S. Tirajoh, dan Usman. 2000. Teknologi Peningkatan Produktivitas Ayam Buras. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat, Jayapura.
Doelle, H.W. 1998. Socio-Economic Microbial Process Strategies for a Sustainable Development Using Environmentally Clean Technologies. Renewable Resource: Sagopalm. In: E-L. Foo & T.D. Senta (eds.). Integrated bio-systems in zero emissions applications, Proc. Internet Conf. Integrated Bio-Systems. Inst.of Advanced Studies,  UN University (http://www.ias.unu.edu/proceedings/icibs/doelle/paper.htm) [21 Maret 2009]
Flach, M. 1977. The Yield Potentials of The Sago Palm and Its Realization. In: K. Tan (ed.). Sago 76. Proc. 1st Int. Sago Symp. 5-7 July 1976. p157-77
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif.
diakses tanggal 16 Desember 2010.































Tidak ada komentar:

Posting Komentar