MAKALAH KIMIA
ORGANIK II
PATI SAGU
OLEH :ALMUKMIN
UMAR
STB :092210110070
JURUSAN TEKNIK
KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas
kehadirat Allah SWT, karna atas berkatnya-lah saya mampu menyelesaikan tugas
makalah ini.
Penulisan makalah adalah
merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas Mata
Kuliah Kimia Organik II di Universitas muslim Indonesia,Makassar, jurusan
Teknik Kimia.
Dalam Penulisan makalah ini
saya merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga
Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan
bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa
Robbal ‘Alamiin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sagu adalah salah satu sumber karbohidrat yang cukup
potensial. Indonesia memiliki hamparan hutan sagu seluas lebih 1 juta hektar.
Indonesia termasuk satu dari 2 negara yang memiliki areal sagu terbesar di
dunia selain Papua Nugini. Areal sagu seluas ini belum di eksploitasi secara
maksimal sebagai penghasil tepung sagu untuk bahan kebutuhan lokal (pangan)
maupun untuk komoditi ekspor. Sangat rendahnya pemanfaatan areal sagu yang
hanya sekitar 0,1% dari total areal sagu nasional disebabkan oleh kurangnya minat
masyarakat dalam mengelola sagu sebagai akibat dari rendahnya kemampuan dalam
memproduksi tepung sagu melebihi kebutuhan masyarakat lokal, rendahnya
kemampuan dalam mengolah tepung sagu menjadi bentuk-bentuk produk lanjutannya,
kondisi geografis dimana habitat tanaman sagu umumnya berada pada daerah
marginal/rawa-rawa yang sukar dijangkau, serta adanya kecenderungan masyarakat
menilai bahwa pangan sagu adalah tidak superior seperti halnya beras dan
beberapa komoditas karbohidrat lainnya.
Sebagai sumber pangan, sagu sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan pangan alternative pengganti beras.. Sagu mampu menghasilkan pati kering hingga 25
ton per hektar, jauh melebihi produksi pati beras atau jagung yang masing-masing
hanya 6 ton dan 5.5 ton per hektar. Sagu
tidak hanya menghasilkan pati terbesar, tetapi juga menghasilkan pati sepanjang
tahun. Setiap batang menghasilkan
sekitar 200 kg tepung sagu basah per tahun.
Tepung sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi,
yaitu mengandung 84,7 g per 100 g bahan. Kadar karbohidrat tersebut setara
dengan yang terdapat pada tepung beras, singkong, dan kentang. Bahkan
dibandingkan dengan jagung dan terigu, kandungan karbohidrat sagu relatif lebih
tinggi. Kandungan energi dalam 100 gram tepung sagu (353 kkal) hampir setara
dengan bahan pangan pokok lain berbentuk tepung, seperti beras, jagung,
singkong, kentang, dan terigu.
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Pati Sagu
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari
monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah
glukosa yang (1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang berikatan dengan
ikatan menggabungkan 2 molekul
monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan zat
tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari
dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari
D-glukosa membentuk amilosa dengan )-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin
adalah terbentuk ikatan ( )-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatanadari ikatan ( )-1,6-glukosida.a( Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman yang
dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti umbi, akar
atau biji dan merupakan komponen terbesar pada singkong, beras, sagu, jagung,
kentang, talas, dan ubi jalar.
Pati sagu merupakan
hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah tua
(berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati.
Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi
linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati
sagu adalah 73%± 3 (Ahmad and Williams, 1998).
Komponen yang paling dominan dalam pati sagu adalah pati
(karbohidraat).Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam 100 gam pati sagu dapat dilihat
pada table 2.1 sebagai pembanding disajikan pula pati ubi kayu (tapioca) dan
garut.
Karbohidrat merupakan polimer alami yang dihasilkan oleh
tumbuhan dan sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Karbohidrat dikenal juga
dengan nama sakarida, yang berarti gula. Karbohitrat dapat digolongkan
berdasarkan jumlah sakarida yang dikandungnya,yaitu
monosakarida,oligosakarida,dan polisakarida.
Polisakarida adalah
karbohidrat yang terdiri atas banyak monosakarida. Polisakarida merupakan
senyawa polimer alam dengan monosakarida sebagai monomernya.
Gambar Rancangan
alat pemarut batang sagu
untuk mengekstrak pati sagu secara
Pabrikasi.
Pati pada tanaman sagu terdapat di bagian empulur sagu yang dilindungi oleh
kulit kayu yang cukup keras. Untuk mengeluarkan pati dari batang dibutuhkan
proses ekstraksi yang dapat dilakukan melalui tahapan penebangan batang sagu,
pemotongan batang secara melintang dengan ukuran tertentu, pemisahan empulur
sagu dari bagian batang sagu yang keras dengan penohokan, penghancuran empulur
sagu dengan pemarutan atau penggilingan bersama air, pemisahan pati sagu dan
komponen lain dari bubur pati sagu dengan cara pengendapan, pemisahan endapan
pai dan bagian lain yang laru air, serta pengeringan endapan (pati sagu) dengan
menggunakan sinar matahari(Flach, 1997; Istalaksana dan Maturbongs, 2007).
Tabel 1.Komposisi Bahan Pati
Sagu, Tapioka dan Pati garut setiap 100 g
Komponen
|
Tapioka
|
Pati Garut
|
Pati Sagu
|
Kalori (kal)
|
362
|
355
|
353
|
Protein (g)
|
0,5
|
0,7
|
0,7
|
Lemak (g)
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
Karbohidrat (g)
|
86,9
|
85,2
|
84,7
|
Air (g)
|
12,0
|
13,6
|
14,0
|
Fosfor (mg)
|
-
|
22
|
13
|
Kalsium (mg)
|
-
|
8
|
11
|
Besi (mg)
|
-
|
1,5
|
1,5
|
Pati merupakan
butiran atau ganula berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa ( Brautlecht, 1953). Ganula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang
beranekaragam, tetapi pada umumya berbentuk elips atau bola. Pati sagu
berbentuk elips( prolate ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran
5 – 80 mm dan relatif lebih besar dari pati serealia (Wirakartakusumah, 1986).
Granula pati sagu
terdapat pada bagian empulur batang sagu dalam bentuk sel sel (pith). Pertumbuhan batang sagu dapat
dihitung berdasarkan jumlah ruas-ruas bekas daun. Periode pertumbuhan pohon
sagu diperkirakan 135 – 141 bulan atau 11,25- 11,75 tahun dengan jumlah ruas bekas daun
diperkirakan 207 ruas (Flach, 1993).
Bentuk dan
komposisi granula pati sagu dibandingkan jenis pati yang lainnya mendekati pati
ubi kayu, sedangkan ukuran granula pati kentang (Swinkels, 1985 di dalam Van
Beynum dan Roels, 1985).
Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa
dengan ikatan 1,4 glukosa. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung
dari panjang rantai C-nya. Pati terdapat dalam dua fraksi yang dapat dipisahkan
dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut amilosa dan fraksi yang
tidak larut disebut amilopektin. Struktur dari amilosa dan amilopektin adalah
sebagai berikut :
Perbandingan jumlah
amilosa dan amilopektin berbeda-beda dalam setiap jenis pati.Pati sagu
mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin(
Wirakartakusumah, 1986) rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi
sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan
bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak
(higoskopis). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (1-4)α – glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai ikatan (1-6)α – glukosa seperti yang disajikan bercabang (Wiranatakusumah, dkk,
1986).
2.
Sifat pati sagu
Jenis pati
|
Bentuk ganula
|
Ukuran ganula
|
Kandungan amilosa/amilopektin
|
Sagu
|
Elips
|
20-60
|
27/73
|
Table 2.
Perbandingan Sifat Pati Sagu dan Gandum
Jenis pati
|
Bentuk ganula
|
Ukuran ganula
|
Kandungan
amilosa/amilopektin
|
Sagu
|
Elips
|
20-60
|
27/73
|
gandum
|
elips
|
2-35
|
25/75
|
Pati sagu sebagian
besar berwarna putih,namun ada juga yag secara genetic berwarna kemerahan yang
disebabkan oleh senyawa phenolik. Derajat pati sagu bervariasi dan seringkali
berubah menjadi kecoklatan/merah selama proses penyimpanan. Perubahan warna
dilaporkan akibat adanya aktifitas enzim Lotent
Polyphenol Oxidase (LPPO). Enzim ini mengkatalis reaksi oksidasi senyawa
poliphenol menjadi quinon yang selanjutnya membetuk polimer dengan meghasilkan
warna coklat. Cara perendaman merupakan factor penting yang menentukan jumlah
senyawa phenolik (katekin dan epikatekin) yang dioksidasi. Jumlah senyawa
phenolik juga meningkat pada suhu di atas 30 C.
Sifat/kualitas pati sagu
dipengaruhi oleh factor genetic maupun proses ekstraksinya,seperti :pemakaian
peralatan,kualitas air,penyimpanan potongan batang sagu,kondisi penyaringan.
3.
Komposisi kimia
pati sagu
Komponen
|
Jumlah %
|
Protein
|
0,62
|
Abu
|
0,32
|
Serat
|
0,15
|
Pati
|
75,88
|
Amilosa
|
23,94
|
amilopektin
|
73,06
|
4. Nilai gizi Sagu
Dari tabel diatas terlihat bahwa sagu merupakan bahan
makanan dengan kandungan karbohidrat mudah larut (BETN) yang sangat tinggi,
sedangkan kandungan protein, mineral dan lemak sangat rendah. Dengan kandungan
karbohidrat tersebut sagu merupakan sumber makanan yang cukup penting bagi
manusia. Perlu ditambahkan pula bahwa setiap 100 g tepung sagu juga mengandung
Ca: 11,0 mg; P: 13,0 mg : Fe 1,5 mg : Vitamin B: 0,01 mg. Beberapa macam zat
gizi yang essensial bagi tubuh manusia adalah karbohidrat, protein, lemak,
beberapa unsur logam dan berbagai macam vitamin telah tersedia pada sagu (
Bambang H dan Philipus P, 1992)
5. POHON INDUSTRI
SAGU
Sagu
|
daun
|
Batang sagu
|
atap
|
dinding
|
Tumang
|
/
|
tempat
|
sagu
|
kerajinan
|
Kulit batang
|
Pati sagu
|
Partikel board
|
lantai
|
Obat tradisional
|
Bahan bakar
|
kertas
|
makanan
|
bioetanol
|
siklodekstrin
|
Sirup glukosa
|
bioplastik
|
biofuel
|
farmasi
|
Bahan kimia
|
lem
|
plywood
|
Tekstil
|
roti
|
mie
|
Salad dressing
|
Asam sitrat
|
Asam laktat
|
Di dalam industri
non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan sebagai bahan pengisi.
Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi kerutan pada pakaian dan
digunakan untuk busa buatan untuk kemasan "kacang tanah". Pada sektor
kimia, pati dan turunannya banyak diaplikasikan pada pembuatan plastik
biodegradable, surfaktan, poliurethan, resin, senyawa kimia dan obat-obatan.
Pada sektor lainnya, pati dan turunannya dimanfaatkan sebagai bahan detergent
yang bersifat non toksik dan aman bagi kulit, pengikat, pelarut, biopestisida,
pelumas, pewarna dan flavor. Adapun di dalam industri pangan, pati dapat
digunakan sebagai bahan makanan dan flavor baik pati konvensional maupun
termodifikasi. Khusus untuk industri makanan, pati sangat penting untuk
pembuatan makanan bayi, kue, pudding, bahan pengental susu, permen jelly, dan
pembuatan dekstrin.
Pati merupakan polimer glukosa, dimana glukosa merupakan substrat utama pada proses fermentasi. Di dalam fermentasi pati akan dihasilkan berbagai macam produk turunan, seperti asam-asam organik (asam sitrat dan asam laktat), asam amino, antibiotik, alkohol dan enzim.
1.
Pengolahan Tepung Sagu
Pengolahan sagu
skala industri sudah lama berkembang di Papua dengan produk utama adalah tepung
sagu yang merupakan produk setengah jadi (intermediate product).Bahan
baku pembuatan tepung sagu berupa pati sagu yang masih basah. Satu tumang(sak)
pati sagu atau sekitar 50-60 kg diaduk dengan air bersih dan disaring untuk mengeluarkan
kotoran. Selanjutnya pati sagu diendapkan selama 3 hari untuk mengeluarkan getah lendir dan sisa ampas
sagu, lalu direndam dengan air selama 1 jam.Air yang dipakai merendam dibuang
dan pati sagu dijemur selama 6 jam. Pati yang sudah kering digiling dengan
mesin penggiling lalu diayak. Tepung sagu yang dihasilkan bisa mencapai 25 kg,
yang kemudian dikemas dengan plastik ukuran 1 kg. Tepung sagu yang sudah
dikemas bisa disimpan hingga satu tahun.
2.
Prospek Pemanfaatan Sebagai Bahan Baku Bioenergi
Bagian terpenting dalam tanaman sagu adalah batang sagu karena merupakan
tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati sagu.
Tinggi batang sagu dewasa mencapai 10 m . Ukuran dari batang sagu dan kandungan
patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitatnya. Pada umur panen
sekitar 11 tahun ke atas empulur sagu mengandung pati sekitar 15-20 persen.
Setiap pohon sagu dapat menghasilkan tepung sagu berkisar antara 50-450 kg
tepung sagu basah.
Jong (2007) memperkirakan hanya 20% pertanaman di Indonesia
yang dapat dipanen dengan produksi etanol sekitar 10 ton/ha/tahun, asal dari
pati, gula dan bahan selulosanya. Jika diambil angka rata-rata pertanaman sagu
yang dapat dipanen adalah 30%, maka pertanaman sagu di Indonesia dapat
menghasilkan bioenergi sekitar 0,058 EJ atau 58 juta GJ / tahun. Potensi produksi sagu di Indonesia
diperkirakan sekitar 5 juta ton pati kering per tahun. Konsumsi pati sagu dalam
negeri hanya sekitar 210 ton atau baru 4-5% dari potensi produksi. Apabila tabungan karbohidrat di hutan sagu
Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk bioetanol maka dapat diperoleh
bioetanol 3 juta kiloliter per tahun dengan asumsi faktor konversi 0,6.
Kebutuhan premium nasional diperkirakan sekitar 16 juta kiloliter pertahun.
Apabila bioetanol dapat menggantikan premium sekitar 10% (campuran premium dan
etanol 90:10) maka diperlukan etanol sebanyak 1,6 juta kiloliter. Kebutuhan ini
sudah dapat dipenuhi dari pati sagu saja.
Tentu saja angka tersebut tidak realistis karena sangatlah sulit
memanfaatkan seluruh potensi hutan sagu mengingat lokasi tegakan alami sagu
yang terpencil dan sulit. dijangkau. Sebagian kebutuhan bioetanol bioetanol
dapat dipenuhi dari tanaman penghasil karbohidrat lain seperti ubi kayu, tebu,
dan jagung, dari limbah padat organik pertanian, dan dari perkebunan sagu
komersial. Perkebunan sagu yang
diusahakan dengan baik dapat menghasilkan pati kering 25 t/ha/tahun, setara
dengan 15 kiloliter etanol. Bioetanol sebagai campuran premium tidak mengandung
timbal dan tidak menghasilkan emisi hidrokarbon sehingga ramah lingkungan. Karena dihasilkan dari tanaman maka bioetanol
dari sagu bersifat terbarukan. Hanya saja produksi etanol dengan teknologi
sederhana harus diawasi secara ketat untuk menghindari kemungkinan
penyalahgunaannya sebagai minuman keras. Pati sagu diubah menjadi gula
menggunakan mikroba dan difermentasi lebih lanjut menjadi etanol. Etanol yang
diperoleh dimurnikan dengan destilasi.
Bio-etanol adalah
cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses distilasi. Sebagai
bahan baku digunakan tanaman yang mengandung pati, ligno selulosa dan sukrosa.
Dalam perkembangannya produksi bio-etanol yang paling banyak digunakan adalah
metode fermentasi dan distilasi, dengan bahan baku ubi kayu atau molase.
Bio-etanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM)
tergantung dari tingkat kemurniannya (Bustaman,
2008).
Secara umum
teknologi produksi bio-etanol ini mencakup 4 (empat) rangkaian proses, yaitu;
persiapan bahan baku, fermentasi, distilasi dan pemurnian. Mikroorganisme yang digunakan
untuk fermentasi alkohol adalah Bakteri : Clostridium
acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc mesenteroides, Sarcina
ventriculi, Zymomonas mobilis, serta Fungi :
Aspergillus oryzae, Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis,
Mucor sp., Neurospora crassa, Rhizopus sp., Saccharomyces beticus, S.
cerevisiae, S. ellipsoideus, S. oviformis, S. saki, Torula sp. (SDA)
Begitu pula halnya dengan pembuatan bioetanol dari pati sagu. Akan tetapi,
kualitas bioetanol yang dihasilkan dari pati sagu masih dibawah dari pati
singkong. Hal tersebut dikarenakan kandungan dari pati sagu masih sedikit dari
pati singkong dan juga kualitas pati sagu hanya dapat memenuhi 10%
bioetanol dibanding bioetanol dari pati singkong yang mencapai 23-35%.
3.
Pengolahan Aneka Makanan Berbahan Baku Tepung Sagu
Pada tingkat
nasional, pati sagu sudah dapat digunakan dalam industri pangan sebagaimana
tepung beras, jagung, kentang, gandum dan tapioka, baik sebagai bahan baku
maupun sebagai bahan substitusi. Pati sagu sudah lama dikenal dan digunakan
dalam industry kecil dan skala rumah tangga, misalnya untuk membuat makanan
kecil (kue)berupa ongol-ongol,kerupuk, bakso, empek-empek, soun, dan mi, bahkan
tepung sagu juga dapat digunakan sebagai substitusi tepung gandum dalam
memproduksi roti tawar dan biskuit. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
substitusi tepung terigu dengan pati sagu sampai 30 persen tidak mempengaruhi
mutu produk yang dihasilkan (Panglolidan Royaningsih, 1992).Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian juga mencoba membuat beras tiruan dengan bahan baku tepung
sagu dan ubikayu (Samad, 2003). Beras tiruan tersebut memiliki komposisi bahan
kimia yang mirip dengan beras, yaitu kandungan karbohidrat sebesar 81,3-83,9
persen, protein 13 - 2,4 persen, dan lemak 0,21 - 0,45 persen. Kandungan karbohidrat, protein, dan lemak pada beras
adalah 77,9, 6,9, dan 0,7 persen. Kandungan karbohidrat beras tiruan jauh lebih
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, F.B., Williams, P.A.,
Doubler, J., Durand, S. dan Buleon, A.,
1999. Physicochemical Caracterization of Sago Starch. J. Carboxylon Polym. 38 : 361-370
Ansharullah, 1997. Caracteristic
and Extruction of Metroxylon Sago
Starch. [Thesis]. University of Western. Sydney.
Arbakiya. A., B.A. Asbi dan R.
Nurjehan. 1990. Rheological Behavior of Sago Starch During Liquifaction and
Sacharification. J.Food Eng. 10 : 610
– 613
Batseba, M.W. Tiro, S. Tirajoh,
dan Usman. 2000. Teknologi Peningkatan Produktivitas Ayam Buras. Loka
Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat, Jayapura.
Doelle, H.W. 1998. Socio-Economic
Microbial Process Strategies for a Sustainable Development Using
Environmentally Clean Technologies. Renewable Resource: Sagopalm. In:
E-L. Foo & T.D. Senta (eds.). Integrated bio-systems in zero
emissions applications, Proc. Internet Conf. Integrated Bio-Systems. Inst.of
Advanced Studies, UN University (http://www.ias.unu.edu/proceedings/icibs/doelle/paper.htm) [21 Maret 2009]
Flach, M. 1977. The Yield
Potentials of The Sago Palm and Its Realization. In: K. Tan (ed.).
Sago 76. Proc. 1st Int. Sago Symp. 5-7 July 1976. p157-77
Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif.
diakses tanggal 16 Desember 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar